Halaman

Sabtu, 25 Mei 2013

ANGLING DARMA, DONGENG YANG DIPEREBUTKAN


Rasa penasaran akan kisah Prabu Angling Darma, yang konon meninggalkan beberapa peninggalan di Desa Parakan Kab. Temanggung, membuat saya mencoba mencari data di internet mengenai asal usul sang prabu. Namun yang saya dapat justru menimbulkan rasa penasaran yang lain, karena ternyata kisah Prabu Angling Darma justru lebih pantas disebut dongeng daripada sejarah. Meski lebih mirip dongeng, namun beberapa daerah meng-klaim sebagai tempat asal sang Prabu. Di Jawa Tengah saja, tak kurang ada 3 ( tiga ) daerah yang mengaku sebagai daerah petilasan Prabu Angling Darma, yaitu Temanggung ( Parakan ), Bojonegoro dan Pati. Belum lagi jelas juntrungannya, kisah Prabu Angling Darma sudah keburu disinetronkan. Sehingga kisahnya menjadi semakin terkontaminasi kisah khayalan. Masih untung bukan Malaysia yang meng-klaim sebagai pemilik kisah Prabu Angling Darma. He he he ... Kabupaten Bojonegoro, Pemerintah Daerahnya bahkan berencana membangun sebuah Museum dan sekaligus Monumen Angling Darma di desa Wotangare, yang menurut meraka, di desa inilah dulu merupakan pusat Kerajaan Malawapati yang diperintah oleh Prabu Angling Darma. Asal tahu saja, Pendopo Kabupaten Bojonegoro juga dinamai Pendapa Malawapati. Masih belum puas, PERSIBO, yang merupakan klub sepakbola Kab. Bojonegoro, juga menyebut dirinya Laskar Angling Darma. Menarik bukan? Menurut saya, hal ini sudah cukup menunjukkan kepedulian Pemerintah Daerah Bojonegoro akan peluang pendapatan daerah dari sektor pariwisata. Lha, kalau Kab. Temanggung? Maaf, situs Liyangan yang sudah jelas merupakan daerah Pemukiman jaman Kerajaan Matara Kuno saja tidak di urus. Sedikit yang menarik dari Prabu Angling Darma, kalau kita browsing di Wikipedia, Sang Prabu adalah keturunan Arjuna yang sudah pasti tokoh wayang. Tapi juga disebut cucu Raja Jayabhaya yang tokoh nyata. Raja Jayabaya atau Sri Maharaja Sri Warmmeswara adalah raja di Kerajaan Kadiri, yang berkuasa kurang lebih tahun 1135 M s/d 1159 M. Pertanyannya, sejak kapan Wayang bisa memiliki keturunan manusia sebenarnya? Atau, adakah tokoh wayang yang bernama Jayabaya? Entahlah, toh yang di Wikipedia pun tak menunjukkan sumbernya dari Babad mana, Babad Wikipedia tentu juga sangat meragukan keshahihannya. Namun untuk memenuhi keingintahuan pembaca yang belum tahu kisah tentang Prabu Angling Darma, disini akan saya postingkan kisah yang saya sarikan dari Wikipedia digabung dengan beberapa versi lain dari cerita rakyat Temanggung, Bojonegoro dan Pati, anggaplah kisah ini merupakan Babad Antah Berantah. Angling Darma adalah raja Kerajaan Malawapati, yang berpermaisurikan Dewi Setyowati, putri dari guru Angling Darma yakni Begawan Maniksutra. Kakak Dewi Setyawati bernama Batik Madrim, yang telah terlanjur bersumpah, bahwa barang siapa yang hendak memperistri adiknya, maka harus berhasil mengalahkannya. Angling Darma berhasil mengalahkan Batik Madrim dan mengangkatnya sebagai Patih Kerajaan. Meski berwatak baik, namun Angling Darma mudah meluapkan emosi, dan mudah tergoda dengan wanita cantik. Manusiawi dong, namanya juga raja. Tak perlulah kita bilang WOW atau malah HUUUUU ... Suatu ketika, Angling Darma mendapati sepasang burung jalak memadu kasih pada dahan pohon yang kebetulan berada persis diatas kepala sang Prabu. Tak tahu dua jalak tersebut adalah penjelmaan Sang Hyang Batara Guru dan istrinya Dewi Uma, Angling Darma memanah sepasang burung jalak tersebut. Batara Guru marah dan mengutuk Angling Darma akan berpisah dengan istrinya karena tak harmonis dalam bercinta. Terhipnotis oleh kutukan tersebut, Angling Darma tak bersemangat melayani istrinya. Tentu saja Dewi Setyowati kecewa karena merasa Angling Darma sudah tak sudi pada dirinya. Saat hubungan dengan istrinya kurang harmonis, Angling Darma berusaha menenangkan dirinya dengan pergi berburu. Di hutan, dia melihat Naga Gini yang merupakan istri dari Naga Raja atau Naga Pertala sahabatnya, sedang berselingkuh dengan seekor Ular Tampar. Angling Darma kembali murka dan memanah si Ular Tampar hingga mati. Sialnya, ekor Naga Gini terserempet anak panah hingga terluka. Naga Gini memfitnah Angling Darma dan mengadu pada Naga Pertala bahwa Angling Darma hendak membunuhnya. Beruntung, Angling Darma bisa meyakinkan Naga Pertala yang terjadi sebenarnya sembari menunjukkan bangkai Ular Tampar yang dipanahnya. Naga Pertala menyampaikan terima kasihnya dengan mengajarkan Aji Gineng, yaitu ilmu untuk menguasai bahasa binatang kepada Angling Darma, disertai pesan agar ilmu tersebut tak boleh diajarkan kepada siapapun. Kembali ke Kerajaan, Angling Darma sudah lupa dengan kutukan Batara Guru. Dia sudah rindu dengan istrinya. Saat keduanya sedang bercumbu, Angling Darma mendengar suara cicak jantan yang sedang merayu cicak betina, karena tergiur dengan apa yang sedang dilakukan Angling Darma dan istrinya. seketika Angling Darma marah dan hilang selera. Kali ini Dewi Setyowati kecewa besar. Dewi Setyowati bunuh diri dengan cara membakar dirinya. Demi menunjukkan cintanya, Angling Darma bersumpah tak akan menikah lagi. Sumpah Angling Darma terdengar oleh Dewi Uma dan Dewi Ratih. Masih dendam dengan Angling Darma, Dewi Uma mengajak Dewi Ratih untuk menguji sumpah Angling Darma. Keduanya merubah diri menjadi dua wanita cantik dan menggoda sang Prabu. Runtuhlah keteguhan sumpah Angling Darma, dia menanggapi godaan dua gadis cantik tersebut. Saat itulah kedua gadis merubah dirinya kembali menjadi dua Dewi Kahyangan. Dewi Uma menghukum Angling Darma agar mengembara meninggalkan istana. Diluar sana banyak godaan yang harus dihadapi Angling Darma untuk mempertebal imannya. Kerajaan untuk sementara diperintah oleh Batik Madrim. Dalam pengembaraannya, Angling Darma sampai di kediaman tiga gadis cantik yang bernama Widata, Widati dan Widaningsih. Ketiganya jatuh cinta pada Angling Darma hingga menahannya untuk pergi. Karena ingin menyelidiki tingkah aneh ketiga gadis tersebut yang sering keluar malam. Angling Darma bersedia tinggal. Pada malam harinya, saat ketiga gadis tersebut keluar rumah. Angling Darma merubah dirinya menjadi seekor Burung Gagak untuk mengikuti kemana ketiga gadis itu pergi. Rupanya, Widata, Widati dan Widaningsih adalah tiga putri siluman yang suka makan daging manusia. Angling Darma mengecam perbuatan ketiga putri siluman itu, namun lantaran masih shock dengan apa yang baru dilihatnya, Angling Darma justru kalah melawan ketiga putri siluman itu, yang lalu mengutuknya menjadi seekor burung belibis putih. Saat menjadi burung belibis, kepercayaan diri Angling Darma hampir terkikis habis. Secara, dia baru saja dikalahkan oleh wanita. Dia terbang hingga sampai ke Wilayah Kerajaan Bojonegoro. Dan dengan mudahnya dia ditangkap oleh seorang pemuda desa bernama Joko Geduk. Saat itu, Raja Bojonegoro yang bernama Darmawangsa sedang mengadakan sayembara, lantaran ada dua laki-laki kembar yang sedang rebutan istri yakni Bermani. Keduanya mengaku sebagai Bermana, suami dari Bermani. Barang siapa yang bisa mengungkap Bermana yang asli, dia akan mendapat hadiah besar. Burung Belibis yang mendengar sayembara tersebut, membujuk Jaka Geduk untuk mengikuti sayembara. Kaget mendapati burung belibis yang baru ditangkapnya bisa berbicara, Jaka Geduk meyakini bahwa burung tersebut jelmaan Dewa. Sehingga dia mempercayai perkataan burung belibis itu. Berdasar petunjuk dari Burung Belibis, Jaka Geduk membawa sebuah kendi. Salah satu Bermana yang bisa masuk ke dalam kendi tersebut, maka dia akan ditetapkan sebagai Bermana yang asli. Satu diantara dua yang mengaku Bermana dengan congkak menunjukkan kesaktiannya dengan masuk kedalam kendi. Jaka Geduk buru-buru menutup kendi tersebut. Belakangan diketahui, Bermana palsu yang masuk kendi adalah Jin yang bernama Wiratsangka. Jaka Geduk diberi jabatan sebagai Hakim Kerajaan. Pucuk dicinta ulampun tiba, putri raja Darmawangsa, yakni Dewi Ambarawati terpesona dengan keelokan badan burung belibis piaraan Jaka Geduk, sehingga burung belibis putih tersebut dimintanya dari Jaka Geduk untuk menghiasi kolam Kerajaan Bojonegoro. Lagi-lagi Angling Darma tergoda imannya. Pada malam hari, burung belibis berubah menjadi seorang pemuda tampan dan menggoda Dewi Ambarawati. Tak bertepuk sebelah tangan, Dewi Ambarawati meladeni godaan sang pemuda tampan yang tak lain adalah Prabu Angling Darma. Selang beberapa lama, Dewi Ambarawati pun mengandung. Gemparlah seluruh Kerajaan Bojonegoro, hakim Kerajaan pun tak mampu mengungkap siapa yang telah menghamili Dewi Ambarawati. Dia hanya curiga dengan belibis putih yang menurutnya adalah Dewa yang malih rupa. Raja Darmawangsa pun kembali mengadakan sayembara untuk mencari orang yang menghamili Dewi Ambarawati. Batik Madrim yang memang sedang mencari rajanya mencoba untuk mengikuti sayembara. Namun dia menyamar sebagai seorang Resi bernama Yogiswara. Resi Yogiswara langsung menyerang belibis putih yang ada di kolam istana. Pertarungan pun terjadi antara Resi Yogiwara melawan belibis putih. Beberapa saat setelah pertempuran berlangsung, belibis putih sempat berkata bahwa Resi Yogiswara agar lebih baik menyerah saja, karena tak mungkin sanggup melawan dirinya. Di lain pihak, Resi Yogiswara yang sebenarnya adalah Batik Madrim mengenali suara rajanya. Dia besimpuh menyembah belibis putih. Sambil berkata bahwa sesungguhnya dia adalah Batik Madrim, patih Kerajaan Malawapati yang sedang mencari Prabu Angling Darma, karena telah selesai masa hukumannya. Dengan kesaktiannya Resi Yogiswara mampu menghapuskan kutukan tiga putri siluman, Widata, Widati dan Widaningsih, sehingga belibis putih kembali menjadi wujud sebenarnya, yaitu Prabu Angling Darma. Akhirnya Prabu Angling Darma menikahi Dewi Ambarawati, namun dia tak mau tetap tinggal di Kerajaan Bojonegoro, karena memiliki kerajaan sendiri yang harus diurus. Angling Darma memboyong Dewi Ambarawati ke Kerajaan Malawapati. Dari perkawinannya dengan Dewi Ambarawati, Angling Darma memiliki putera yang diberi nama Angling Kusuma. Angling Kusuma inilah yang kelak menggantikan kakeknya yakni Raja Darmawangsa menjadi Raja di Kerajaan Bojonegoro. Yang perlu digarisbawahi sekarang, mungkin Kabupaten Bojonegoro meng-klaim sebagai pewaris Prabu Angling Darma karena ada nama Kerajaan Bojonegoro. Meskipun dari kisah di atas, bisa ditarik kesimpulan bahwa Prabu Angling Darma tak pernah menjadi penguasa di Bojonegoro, karena tahta Kerajaan Bojonegoro diteruskan oleh Angling Kusuma, anak dari Prabu Angling Darma. Sedangkan Kabupaten PATI juga meng-klaim Angling Darma sebagai daerah asal kisah tersebut, mungkin karena memiliki desa yang bernama MLAWAT, yang terletak di Kecamatan Sukolilo. Sehingga nama Kerajaan Malawapati identik dengan nama MLAWAT – PATI. Konon, di desa MLAWAT ini terdapat makam Prabu Angling Darma.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar